Home » » Gus Dur dan Aswaja

Gus Dur dan Aswaja

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Wednesday 29 May 2013 | 19:27


Ahlusunnah Waljamaah dan Gus Dur

islam sunni, kajian salaf, kajian islam, kajian sunnah, ahlussunnah wal jamaah, pengertian sunnah, ahlus sunnah wal jamaah meaning, definisi al sunnah, doktrin ahlussunnah wal jamaah, ajaran tauhid gus dur,  atwasut adalah, contoh tawasuth, tawasut, ta'adul, tasamuh, tawazun, pengetian, prinsip aswaja, doktrin nu
gsu dur dan aswaja
Arkeologi dan genealogi[1] Ahlussunnah  wal jamaah merupakan sesuatu hal yang sangat urgen bagi pemahaman pemikiran umat Islam. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi pemikiran umat Islam dalam lintasan sejarah dengan berbagai epitimologis dan politis era kontemporer  hingga periode Nabi Muhammad saw.
Pada kenyataannya, fenomena distorsi sejarah Islam ini menyebabkan banyak pengklaiman monopoli kebenaran dengan mengatasnamakan golongan penerus Nabi Muhammad saw. dan generasi salaf, kelompok Islam yang kaffah, murni dan asli.
Melalui kritik nalar politik-nya M. Foucalt, Ahlussunnah  wal jamaah sebagai sebuah sejarah dan ajaran dapat dianalisa melalui relasi pengetahuan yang diproduksi melalui relasi kuasa sehingga tampak dapat dibedakan antara Ahlussunnah  wal jamaah sebagai sebuah realitas dengan Ahlussunnah  sebagai sebuah rezim kebenaran.
Hal ini dipandang perlu mengingat kebenaran yang diperoleh melalui kekuasaan akan yang memosisikan dirinya sebagai norma, moralitas, dan praktik berkuasa. Pada akhirnya, monopoli kebenaran melalui sebuah rezim kebenaran ini akan membiaskan realitas kebenaran sejarah itu sendiri.
Lebih jauh lagi, pertikaian seputar klaim kebenaran itu akan menciptakan perpecahan di tengah umat Islam, jauh dari hakikat perbedaan dalam Islam sebagai rahmat.
 Kaitannya dengan pemikiran politik Gus Dur yang bersinggungan pemikiran Ahlussunnah  wal jamaah, maka penelaahan ini menjadi sangat penting. Meskipun akar sejarah antara ahlussunah wal jamaah yang diterapkan Nabi Muhammad, kristalisasi pemikiran ahlussunah wal jamaah masa dinasti Abasiah, ekspansi pemikiran ke Indonesia oleh para ulama shalaf hingga ke pemikiran Gus Dur ini cukup melalui interval ruang dan waktu yang jauh, akan tetapi penelaahan sejarah ini akan turut menentukan sikap politik Gus Dur sendiri.
 Dengan pendekatan teori tingkah laku,[2] dapat dideteksi kecenderungan antara pemikiran Gus Dur dengan akar pemikiran yang searah dengan Gus Dur.
Tentunya, Ahlussunnah  waljamaah sebagai sebuah sejarah, doktrin, dan manhaj (metode) pemikiran dan gerakan akan turut mempengaruhi banyak corak pemikiran kalangan sunni sehingga wajar saja jika pemikiran Gus Dur berbeda dengan Abu Hasan[3], Gus Solah (Solahudin Wahid)[3] dan beberapa ulama tradisionalis lainyya meskipun sama-sama berasal dari kalangan yang menamakan diri Ahlussunnah  waljamaah.



[1] Perbedaan arkeologi dengan genealogi dalam  membongkar sejarah kebenaran/ pengetahuan  terletak pada peralihan fungsional karena perbedaan objek kajian. Menurut Foucalt, arkeologi memfokuskan pada bagaimana persoalan wacana dibentuk menjadi kerangka teoritis-epistimologis, dan formasi diskursif, sedangkan genealogi memfokuskan pada praktis-politis antara relasi pengetahuan dengan  relasi kekuasaan menjadi bagian integral dari cara berkuasa dan  menguasai. Kutipan Ahmad Baso dalam NU Studies  terhadap Kritik nalar Politik M. Foucalt, The Archaeology of Knowledge, The Order of Think, Discipline of Punish, dan History of Sexuality.
[2] Teori hehavioralisme dalam politik meliputi pendekatan tradisional, yakni pendekatan ideologis, sosiologis, dan psikologis. Sedangkan pendekatan modern yakni meliputi rasionalitas seseorang dalam politik. David E Avter,  Pengantar Analisa Politik, hal 219
[3] Beberapa ketidaksepakatan Gus Solah terhadap gagasan dan sepak terjang Gus Dur yang kontroversi dan inkonsistensi Gus Dur dapat dilihat dalam Gila Gus Dur, Hal. 69-85

0 comments:

Post a Comment