Sejarah Ahlussunnah waljamaah Generasi Pertama
sejarah ahlusunnah waljamaah |
Persoalan yang timbul dalam
pertikaian antara Muawiyah dan Ali dijelaskan Ahmad Baso, Sebagai berikut:
“Muncul soal baru siapa yang benar di antara
pihak-pihak yang bertikai. Siapakah yang bertanggung jawab atas pembunuhan
Utsman, Ali ataukah Muawiyah? Siapakah yang bersalah kasus konflik antara Ali
dan Muawiyah? Kalau salah satunya ada yang benar, apakah yang lainnya dianggap
berdosa? Patutkah para sahabat dianggap berdosa? Lalu siapakah yang menentukan
orang ini beriman dan yang lain berdosa? Bagaimana mengukurnya?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini membuat masing-masing pihak saling melempar
tuduhan dan kesalahan, dan bahkan mulai mempermainkan sejumlah hadis untuk
mendukung kepentingan kelompok mereka sendiri…”[3]
Peristiwa tahkim antara Muawiyah dan Ali bin Abi
Thalib menyisakan persoalan politik panjang hingga teologi seperti Sunni,
Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah, Murjiah, Jabariyah, dan
Qodariyah beserta pandangan politik masing-masing kelompok hingga terbentuknya
corak politik Islam seperti pada era kontemporer.[4] Peristiwa tahkim (mediasi) dengan mengacungkan Al
Qur’an terjadi ketika Muawwiyah hampir dikalahkan pasukan Ali. Ali yang
terkenal warra (hati-hati dalam
beribadah) lebih memilih tahkim
meskipun harus menunda kemenangan. yang terjadi berikutnya adalah strategi Abu
Musa Al Asy’ari sebagai duta tahkim
dari Muawiyah yang menyebabkan naiknya Muawiyah menjadi khalifah, menggantikan
Ali.
[1] Hal ini ditegaskan
dalam hadis Nabi, “umatku akan terpecah menjadi 73 golongan,
hanya satu golongan yang selamat, dan yang lain binasa, ditanya: siapakah golongan yang selalmat itu? Rasul menjawab: ahlussunnah wal Jama‘ah , ditanya: apakah ahlussunnah wal Jama‘ah itu? Rasul menjawab: yang mengikuti sunnahku dan sunnah sahabatku.” (HR Ibnu
Majjah). AN. Nuril Huda, dkk, Ahlusunnah waljamaah (aswaja) menjawab
Persoalan Tradisi dan kekinian, hal.
17
[3]
Ahmad Baso, NU Studies, Pergolakan pemikiran antara Fundamentalisme Islam
dengan Fundamentalisme Neoliberal, hal. 67
[4] Sunni merupakan
nama lain dari ahlussunnah wal jamaah, syiah merupakan sebutan bagi kelompok
pendukung Ali (shi’at Ali), Khawarij merupakan kelompok oposisi yang keluar
dari barisan pendukung Ali dan tidak pula mendukung Muawiyah, Aliran Murji’ah, merupakan kelompok yang abstain terhadap konflik antar
sahabat nabi dan memilih untuk menunda keputusan dan menunggu keputusan Allah. Aliran mu’tazilah, merupakan
kelompok mengasingkan diri dari politik, serta selalu menggunakan pendekatan
rasional dalam memecahkan masalah teologis.
Menurut Qadariyah, manusia
mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyah, berpendapat sebaliknya bahwa manusia tidak
mempunyai kehendak dalam kehendak dan perbuatannya. Achmad M. Zuhri, Pemikiran KH. M. Hasyim
Asyari tentang Ahlussunnah Wal Jamaah, hal. 41
0 comments:
Post a Comment