Home » , » Cara Gus Dur Membangun Kepercayaan dengan Jalan Jalan

Cara Gus Dur Membangun Kepercayaan dengan Jalan Jalan

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Saturday 4 November 2017 | 00:38

Membangun Kepercayaan Pasca Krisis, Gus Dur Dipuji Sekaligus Dihujat


pemikiran gus dur, pemikiran politik gus dur, gus dur files, gus dur dan demokrasi, gus dur dan nu, gus dur dan aswaja
Di antara berbagai pemikiran politik Gus Dur, lawatan ke luar negeri merupakan bagian dari strategi politik paling unik yang dilakukan presiden setelah kemerdekaan. Hal ini dikarenakan Gus Dur banyak melakukan kunjungan ke luar negeri dalam waktu yang berdekatan. Bagi kalangan yang mengkritiknya, kunjungan tersebut merupakan hal yang tidak menguntungkan karena situasi pemulihan ekonomi, politik, dan hukum di tanah air selama masa transisi pasca tumbangnya rezim orde Baru lebih membutuhkan sosok presiden yang tegas dalam mengatasi persoalan di dalam negeri, dari pada tugas sekunder yaitu kunjungan ke luar negeri. Akan teapi, di lain pihak banyak memuji Gus Dur sebagai operator politik yang mahir dan mampu memimpin Indonesia keluar dari masa peralihan yang sulit.[1] 

Jalan Jalan Pertama

     Kunjungan pertamanya dimulai dengan kunjungan ke ke Yordania pada bulan November untuk menyanggupi untuk berpidato berpidato dalam Konferensi Dunia Mengenai Agama dan Perdamaian. Kunjunangan berikutnya ialah kunjunga singkat ke negara-negara ASEAN untuk memperkenalkan dirinya dan pemerintahannya kepada negara tetangga tersebut. Ia pun mengundang sejumlah duta besar negara Arab untuk menegaskan rasa prihatinnya  yang terus menerus mengenai cita-cita bangsa Palestina. Penunjukkan Alwi Shihab yang merupakan keturunan Arab sebagai menlu merupakan tindakan penting Gus Dur untuk membuat kawasan Timur Tengah menaruh kepercayaan kepada pemerintahannya.

Jalan Jalan Kedua        

    Kunjungan kedua yang dilakukan Gus Dur adalah kunjungan ke Republik Rakyat China pada pertengahan Desember, mengingat selama perjuangan pembelaannya terhadap kaum minoritas di dalamnya sering melakukan pembelaan terhadap WNI Keturunan China yang mengalami diskriminasi. Melalui kunjungan tersebut, Gus Dur berharap ia akan memberikan tanda positif kepada seluruh orang-orang China bahwa pemerinahannya bersahabat dengan orang China. Konsekuensi persahabatannya tersebut diharapkan pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis moneter akan segera terjadi.

Jalan Jalan Ketiga dan Hasilnya 

            Kunjungan kenegaraan berikutnya adalah melakukan kunjungan ke Swis dalam Forum Ekonomi Dunia pada awal tahun 2000, juga kunjungan ke Saudi Arabia dalam rangka kerja sama bantuan untuk memperbaiki ekonomi Indonesia. Ia pun melakukan kunjungannya ke London, Paris, Amsterdam, Berlin, Roma, New Delhi, Seoul, Bangkok, dan Brunei untuk mendapat dukungan, baik politik, ekonomi, dan pelaksanaan reformasi di Indonesia.
            Sebagai komitmen untuk melakukan reformasi politik, pada bulan Maret tahun 2000 Gus Dur melakukan kunjungan ke Timor Leste. Ia disambut oleh Xanana Gusmao dan Jose Ramos Horta, begiu juga rakyat Dili yang memberikan sambutan hangat kepada Gus Dur sebagai presiden Indonesia, kecuali sekelompok kecil demonstran yang meluapkan kemarahan pada Indonesia.
            Ia pun menghadiri Pertemuan Internasional Kelompok 77 di Havana, Kuba pada bulan April, yang merupakan kelanjutan gerakan Non Blok. Sebelumnya ia dinasihati Amerika agar tidak menghadiri acara tersebut, akan tetapi Gus dur tidak mau diintervensi dengan alasan pertemuan tersebut merupakan pertemuan yang mewakili kelompok mayorits di dunia. Ia pun berhenti di Johanesburg, Afrika Selatan, serta melakukan kunjungan ke Mexico City dan Hongkong terkaitkerjasama penenaman modal di Indonesia.
            Menurut Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR RI, kunjungan-kunjungan tersebut mendapat sambutan dan kepercayaan dunia terhadap Indonesia. Misalnya, dunia internasional tetap mengakui kemampuan Indonesia untuk mengembalikan bantuan luar negeri yang selama ini diterima. Dalam kondisi transisi reformasi tersebut, Gus Dur menyadari penuh bahwa Indonesia adalah negeri yang mengalami kelemahan dalam politik internasional. Sebagai negara besar yang ekonominya morat-marit, ancaman disintegrasi nasional, merosotnya moral militer dan maraknya pelanggaran kedaulatan teritorial, diplomasi luar negeri merupakan pemikiran politik yang dapat dijalankan pengembangan  konsesi-konsesi seluas-luasnya sambil merestrukturisasi power Indonesia.[2]

 Jenis Strategi yang Dimainkan Gus Dur

           Sikap yang diambil Gus Dur dapat dilacak dari kebiasaannya menerapkan strategi “makan bubur” dan strategi “menebar jala”.[3] Strategi “makan bubur” merupakan strategi yang dijalankan dalam membangun kekuatan dan gerakan yang dimulai dengan menyisir tepi medan perjuangan secara melingkar untuk mencapai tujuan utama yang dimaksud. Adapun strategi “menebar jala” merupakan strategi membangun kekuatan dan jaringan dengan melakukan koneksi dengan berbagai unsur untuk saling membangun win-win solution.
            Dengan kedua strategi tersebut, Gus Dur menunjukkan eksistensi kekuatannya dan kekuatan reformasi Indonesia untuk membangun kemitraan dengan berbagai pihak di dunia internasional dengan harapan akan mendapatkan kepercayaan dunia internasional terhadap reformasi Indonesia dan berupaya membantu pemulihan ekonomi Indonesia yang sedang dilanda krisis. Manajemen konflik dengan Amerika Serikan pra kunjungannya dalam Konferensi Tingkat Tinggi kelompok 77 di Kuba, serta relasi perdamaian konflik di Timur tengah merupakan perwujudan dari eksistensi kekuatan Indoensia dalam mensejajarkan diri dengan negara-negara lain.
            Akar pemikiran tersebut dapat dilacak dari sikap politik Gus Dur, di samping strategi politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif.
            Strategi yang dijalankan Gus Dur melalui kunjungan ke berbagai negara cukup berhasil. Pertama, diplomasi yang dijalankan Gus Dur dalam forum internasional dan regional serta hovernment to government menguatkan posisi Indonesia dalam kancah dunia internasional. Hal tersebut memberikan rasa kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia, khususnya penyelesaian persoalan pelanggaran HAM yang dituduhkan dunia internasional terhadap Indonesia. Begitu juga partisipasi Gus Dur sebagai pemimpin negara berkembang-demokratis kedua terbesar di dunia pada KTT I kelompok 77 Havana pada 12-14 April 2000 mendudukan kembali komitmen kerja sama antar negara berkembang di level dunia politik dunia ketiga. Di samping beberapa kesuksesan lain sebagai korelasi lawatannya, eksistensi Gus Dur yang mempunyai track record di mata dunia internasional mampu dan sukses menciptakan tambahan konstituen baru politik, yakni dukungan internasional guna ikut menyokog agenda politik nasional.[4]
            Akan tetapi, Gus Dur banyak menerima kritik tentang kegagalannya untuk ikut campur lebih jauh dalam penerapan kebijakan ekonomi. Sebagian dari hal tersebut berasal dari ketidakjelasan mengenai tanggung jawab presiden dengan empat menteri yang membidangi masalah ekonomi di dalam kabinetnya. Protokoler yang kurang efektif, di samping kebiasaan Gus dur yang tidak mau diatur menjadi penyebab utama. Hal ini dimungkinkan berasal dari kelemahan Gus Dur dalam menata administrasi yang baik, kususnya tanggung jawab dan tugas perekonomian tersebut.





[1]Greg Barton, Biografi Gus Dur (Yogyakarta: LKIS, 2010) hal. 390
[2]Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR RI, Membangun Pondasi Demokrasi Indonesia, Setahun Pemerintahan Gus Dur (Jakarta: FKB DPR RI, 2001), hal. 48-51
[3]Kedua strategi politik Gus Dur tersebut merupakan hasil analisa yang dilakukan Munawar Ahmad terhadap essai-essai Gus Dur dalam menjalankan manuver-manuver politiknya. Penjelasan strategi “makan bubur” dapat dilihat pada Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur, Analisis Wacana Kritis (Yogyakarta, LKiS, 2010), hal 284-296
[4]Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR RI, Membangun Pondasi Demokrasi Indonesia, Setahun Pemerintahan Gus Dur, hal. 49-51

2 comments: