Membangun Kepercayaan Pasca Krisis, Gus Dur Dipuji Sekaligus Dihujat
Di antara berbagai pemikiran politik Gus Dur, lawatan ke
luar negeri merupakan bagian dari strategi politik paling unik yang dilakukan
presiden setelah kemerdekaan. Hal ini dikarenakan Gus Dur banyak melakukan
kunjungan ke luar negeri dalam waktu yang berdekatan. Bagi kalangan yang
mengkritiknya, kunjungan tersebut merupakan hal yang tidak menguntungkan karena
situasi pemulihan ekonomi, politik, dan hukum di tanah air selama masa transisi
pasca tumbangnya rezim orde Baru lebih membutuhkan sosok presiden yang tegas
dalam mengatasi persoalan di dalam negeri, dari pada tugas sekunder yaitu
kunjungan ke luar negeri. Akan teapi, di lain pihak banyak memuji Gus Dur sebagai operator politik yang mahir dan mampu
memimpin Indonesia keluar dari masa peralihan yang sulit.[1]
Baca juga: Tanggapan Gus Dur tentang Larangan PKI
Jalan Jalan Pertama
Kunjungan
pertamanya dimulai dengan kunjungan ke ke Yordania pada bulan November untuk
menyanggupi untuk berpidato berpidato dalam Konferensi Dunia
Mengenai Agama dan Perdamaian.
Kunjunangan berikutnya ialah kunjunga singkat ke negara-negara ASEAN untuk memperkenalkan dirinya dan pemerintahannya kepada
negara tetangga tersebut. Ia pun mengundang sejumlah duta besar negara Arab
untuk menegaskan rasa prihatinnya yang
terus menerus mengenai cita-cita bangsa Palestina. Penunjukkan Alwi Shihab yang
merupakan keturunan Arab sebagai menlu merupakan tindakan penting Gus Dur untuk
membuat kawasan Timur Tengah menaruh kepercayaan kepada pemerintahannya.
Jalan Jalan Kedua
Kunjungan
kedua yang dilakukan Gus Dur adalah kunjungan ke Republik Rakyat China pada
pertengahan Desember, mengingat selama perjuangan pembelaannya terhadap kaum
minoritas di dalamnya sering melakukan pembelaan terhadap WNI Keturunan China
yang mengalami diskriminasi. Melalui kunjungan tersebut, Gus Dur berharap ia
akan memberikan tanda positif kepada seluruh orang-orang China bahwa
pemerinahannya bersahabat dengan orang China. Konsekuensi persahabatannya
tersebut diharapkan pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis moneter akan
segera terjadi.
Jalan Jalan Ketiga dan Hasilnya
Kunjungan
kenegaraan berikutnya adalah melakukan kunjungan ke Swis dalam Forum Ekonomi
Dunia pada awal tahun 2000, juga kunjungan ke Saudi Arabia dalam rangka kerja
sama bantuan untuk memperbaiki ekonomi Indonesia. Ia pun
melakukan kunjungannya ke London, Paris, Amsterdam, Berlin, Roma, New Delhi,
Seoul, Bangkok, dan Brunei untuk mendapat dukungan, baik politik, ekonomi, dan
pelaksanaan reformasi di Indonesia.
Sebagai
komitmen untuk melakukan reformasi politik, pada bulan Maret tahun 2000 Gus Dur
melakukan kunjungan ke Timor Leste. Ia disambut oleh Xanana Gusmao dan Jose
Ramos Horta, begiu juga rakyat Dili yang memberikan sambutan hangat kepada Gus
Dur sebagai presiden Indonesia, kecuali sekelompok kecil demonstran yang
meluapkan kemarahan pada Indonesia.
Ia pun
menghadiri Pertemuan Internasional Kelompok 77 di Havana, Kuba pada bulan April, yang merupakan kelanjutan
gerakan Non Blok. Sebelumnya ia dinasihati Amerika agar tidak menghadiri acara
tersebut, akan tetapi Gus dur tidak mau diintervensi dengan alasan pertemuan
tersebut merupakan pertemuan yang mewakili kelompok mayorits di dunia. Ia pun berhenti di Johanesburg, Afrika Selatan, serta melakukan
kunjungan ke Mexico City dan Hongkong terkaitkerjasama penenaman modal di
Indonesia.
Menurut
Fraksi Kebangkitan Bangsa DPR RI, kunjungan-kunjungan tersebut mendapat
sambutan dan kepercayaan dunia terhadap Indonesia. Misalnya, dunia
internasional tetap mengakui kemampuan Indonesia untuk mengembalikan bantuan
luar negeri yang selama ini diterima. Dalam kondisi transisi reformasi
tersebut, Gus Dur menyadari penuh bahwa Indonesia adalah negeri yang mengalami
kelemahan dalam politik internasional. Sebagai negara besar yang ekonominya
morat-marit, ancaman disintegrasi nasional, merosotnya moral militer dan
maraknya pelanggaran kedaulatan teritorial, diplomasi luar negeri merupakan
pemikiran politik yang dapat dijalankan pengembangan konsesi-konsesi seluas-luasnya sambil
merestrukturisasi power Indonesia.[2]
Jenis Strategi yang Dimainkan Gus Dur
Sikap
yang diambil Gus Dur dapat dilacak dari kebiasaannya menerapkan strategi “makan
bubur” dan strategi “menebar jala”.[3]
Strategi “makan bubur” merupakan strategi yang dijalankan dalam membangun
kekuatan dan gerakan yang dimulai dengan menyisir tepi medan perjuangan secara
melingkar untuk mencapai tujuan utama yang dimaksud. Adapun strategi “menebar
jala” merupakan strategi membangun kekuatan dan jaringan dengan melakukan
koneksi dengan berbagai unsur untuk saling membangun win-win solution.
Dengan
kedua strategi tersebut, Gus Dur menunjukkan eksistensi kekuatannya dan
kekuatan reformasi Indonesia untuk membangun kemitraan dengan berbagai pihak di
dunia internasional dengan harapan akan mendapatkan kepercayaan dunia
internasional terhadap reformasi Indonesia dan berupaya membantu pemulihan
ekonomi Indonesia yang sedang dilanda krisis. Manajemen konflik dengan Amerika
Serikan pra kunjungannya dalam Konferensi Tingkat Tinggi kelompok 77 di Kuba,
serta relasi perdamaian konflik di Timur tengah merupakan perwujudan dari
eksistensi kekuatan Indoensia dalam mensejajarkan diri dengan negara-negara
lain.
Akar
pemikiran tersebut dapat dilacak dari sikap politik Gus Dur, di samping
strategi politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif.
Strategi
yang dijalankan Gus Dur melalui kunjungan ke berbagai negara cukup berhasil.
Pertama, diplomasi yang dijalankan Gus Dur dalam forum internasional dan
regional serta hovernment to government menguatkan posisi Indonesia dalam
kancah dunia internasional. Hal tersebut memberikan rasa kepercayaan dunia
internasional terhadap Indonesia, khususnya penyelesaian persoalan pelanggaran
HAM yang dituduhkan dunia internasional terhadap Indonesia. Begitu juga
partisipasi Gus Dur sebagai pemimpin negara berkembang-demokratis kedua
terbesar di dunia pada KTT I kelompok 77 Havana pada 12-14 April 2000
mendudukan kembali komitmen kerja sama antar negara berkembang di level dunia
politik dunia ketiga. Di samping beberapa kesuksesan lain sebagai korelasi
lawatannya, eksistensi Gus Dur yang mempunyai track record di mata dunia
internasional mampu dan sukses menciptakan tambahan konstituen baru politik,
yakni dukungan internasional guna ikut menyokog agenda politik nasional.[4]
Akan
tetapi, Gus Dur banyak menerima kritik tentang kegagalannya untuk ikut campur
lebih jauh dalam penerapan kebijakan ekonomi. Sebagian dari hal tersebut
berasal dari ketidakjelasan mengenai tanggung jawab presiden dengan empat
menteri yang membidangi masalah ekonomi di dalam kabinetnya. Protokoler yang
kurang efektif, di samping kebiasaan Gus dur yang tidak mau diatur menjadi
penyebab utama. Hal ini dimungkinkan berasal dari kelemahan Gus Dur dalam
menata administrasi yang baik, kususnya tanggung jawab dan tugas perekonomian
tersebut.
[1]Greg
Barton, Biografi Gus Dur (Yogyakarta:
LKIS, 2010) hal. 390
[2]Fraksi
Kebangkitan Bangsa DPR RI, Membangun
Pondasi Demokrasi Indonesia, Setahun Pemerintahan Gus Dur (Jakarta: FKB DPR
RI, 2001), hal. 48-51
[3]Kedua
strategi politik Gus Dur tersebut merupakan hasil analisa yang dilakukan
Munawar Ahmad terhadap essai-essai Gus Dur dalam menjalankan manuver-manuver
politiknya. Penjelasan strategi “makan bubur” dapat dilihat pada Munawar Ahmad,
Ijtihad Politik Gus Dur, Analisis Wacana
Kritis (Yogyakarta,
LKiS, 2010), hal 284-296
[4]Fraksi
Kebangkitan Bangsa DPR RI, Membangun
Pondasi Demokrasi Indonesia, Setahun Pemerintahan Gus Dur, hal. 49-51
Artikel yang sangat menarik, coba kalian ajukan Kartu kredit Citibank sekarang juga
ReplyDeleteArtikel yang bagus Gan ^^ Ijin Coment And Share Ya ^^
ReplyDeleteTogel Indonesia
Prediksi Togel Hongkong
Bandar Togel
Sumo4D
Togel Hongkong