Home » » Biogafi Gus Dur Menjadi Presiden ke-4

Biogafi Gus Dur Menjadi Presiden ke-4

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Wednesday 31 July 2013 | 01:46

Gus Dur Presiden ke-4

abdurrahman wahid, biografi gus dur, gus dur, biografi abdurrahman wahid, pemikiran gus dur, biografi singkat gus dur, biografi kh abdurrahman wahid, masa pemerintahan gus dur, tentang gus dur, biografi gus dur lengkap, artikel gus dur, ajaran gus dur, biografi abdurrahman wahid secara singkat, gaya kepemimpinan gus dur,
gus dur presiden RI ke-4
Kabinet pertama Gus Dur bernama Kabinet Persatuan Nasional, yaitu kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Begiru pula Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Dua agenda gus Dur dalam reformasi adalah pembubaran departemen penerangan sebagai media pemerintah yang selalu menghegemoni media, beserta membubarkan departemen sosial yang korup.
Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Cina.
Adapun dalam menghadapi disintegrasi kedaulatan negara dan berbagai potensi konflik yang sedang berkecamuk, Gus melakukan pendekatan-pendekatan Lunak. Bagi separatis Aceh yang menginginkan pemisahan diri dari Indonesia, Gus Dur memberikan referendum kepada Aceh untuk melakukan otonomi khusus kepada Aceh, sehingga gerakan separatis tersebut bisa selesai dengan jalan damai. Ia pun melakukan pendekatan lebih dengan mengurang jumlah personil militer di Aceh. Sementara pada 30 Desember 1999, Gus Dur mengunjungi Papua yang sedang berkecamuk konflik dan berhasil meyakinkan rakyat papua untuk menggunakan nama tersebut sebagai pengganti Irian Jaya sehingga papua bisa tetap pada posisinya sebagai bagian dari NKRI.

pada Januari 2000, Gus Dur melakukan kunjungan kepada Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia, serta Arab Saudi pada perjalanan pulang. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.
Hal yang menghebohkan adalah pada saat perjalanannya ke Eropa, Gus Dur meminta Wiranto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menko polkam. Gus Dur melihat Wiranto sebagai penghalang agenda reformasi militernya, serta tuduhan pelanggaran HAM nya di Timor Timur.
Sekembalinya ke Jakarta, Wiranto berhasil meyakinkan Gus Dur untuk tidak menggantikan posisinya. Akan tetapi, beberapa waktu kemudian Gus Dur kembali pada pendirian awal untuk memecatnya. Pada April 2000, Gus Dur pun memecat menteri perindustrian dan perdagangan Jusuf Kalla, serta menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Pemecatan ini otomatis merenggangkan hubungannya dengan Golkar dan PDI Perjuangan.
Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai bernegosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM. Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut. Padahal, TAP tersebut merupakan hal yang tabu untuk diotak-atik mengingat tragedi G 30 SPKI yang diklaim Soeharto berasal dari pemikiran Marxis-leninis. Ia juga berusaha membuka hubungan diplomatik dengan Israel sehingga membuat kemarahan banyak muslim di Indonesia.
Kaitannya dengan afiliasi militer terhadap politik yang terjadi selama masa Orde baru, Gus Dur menjadi tokoh pertama yang berhasil mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik. Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan tersebut.
Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad dengan alasan konfrontasi tersebut tidak akan menyekesaikan permasalahan SARA tersebut, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.
pada tahun 2000, muncul skandal Buloggate dan Bruneigate, yang kemudian menjatuhkannya. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang. Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas. Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut.
Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia. Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.
Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Pada akhir November, 151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.
Pada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional. Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa.
Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi. Pertempuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan.
Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inagurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.

Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2009.

TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar.

silakan klik jugaGus Dur menjadi presiden


0 comments:

Post a Comment