Konstruksi Pemikiran Politik Gus Dur |
Konstruksi
Pemikiran Politik Gus Dur
Dalam
memahami pemikiran politik Gus Dur secara utuh dengan segala kelebihan dan
kelemahannya, identifikasi kostruksi pemikirannya merupakan hal yang penting.[2]Hal ini disebabkan
intelektual dengan ragam predikat ini seringkali dianalisa dengan satu sudut
pandang saja, bahkan sangat partikular.Di satu sisi, pemikiran dan aksi politik
Gus Dur dipengaruhi oleh konstruksi sosiologi dan antropologinya sebagai political
man dan religious man yang dihasilkan dari keturunan kelaurga santri
tradisional.[3]
Kesalahfahaman dalam memandang Gus Dur di antara kedua predikat ini menyebabkan
frame yang inkonsisten, oportunistik, bahkan hipokrit.
Di
sisi lain, konstruksi pemikiran politik Gus Dur tak dapat dilepaskan dari
budaya polik NU melalui metodologi ahlusunnah
waljamaah, petualangan intelektual di Mesir, Irak, Belanda, Jerman dan Prancis,
peer group (kepribadian dengan orang yang memiliki kesamaan dalam
berfikir dan pandangan politik) bersama kalangan keagamaan progressif dan
gerakan kritisisme, policy community seperti forum demokrasi, dan
konstruksi epistimologi kritis yang diperoleh dari Ibn Rusyd, Ali Abdu ar
Raziq, Aristoteles, Karl Marx, Lenin, Mao, Mahatma Ghandi, Henry S. Truman, dan
pemikir krtis lainnya. Semua faktor tersebut turut mewarnai sintesis corak
intelektualisme Gus Dur, melampaui kemapanan pemikiran yang telah
dijelajahinya.
Melalui
analisa terhadap berbagai tulisan dan dokumen audio visual terkait pemikiran, biografi,
dan aksi politik Gus Dur, pemikiran politiknya diklasifikasi menjadi beberapa
bagian. Hal tersebut terkait relasi agama, budaya dan sosial, yang
ditransformasikan ke dalam politik dan
ketatanegaraan.
Akan tetapi, hasil pemikiran
politik Gus Dur yang tampil ke permukaan bukanalah produk yang terlepas dari
kerangka berpikir dan metodologi. Pemikiran politik yang dihasilkan merupakan
hasil sintesa antara berbagai pemikiran yang pernah dijelajahi sehingga menjadi
sebuah pemikiran yang otentik dan integral. Ia menghendaki masyarakat sosialis,
tetapi mengritik Marxisme, begitu juga pemikirannya dipengaruhi oleh pemikkiran
dan kebudayaan NU, tapi Gus Dur mampu melampaui NU itu sendiri. Begitu juga
ketika ia menyuarakan kebebasan dan modernisasi, tidak lantas ia menjadi
seorang yang liberal, malah semakin menjadi seorang yang tetap memegang teguh nash (Al Qur’an dan Sunnah) dan tradisi.
[1] Munawar Ahmad, Ijtihad
Politik Gus Dur; Analisis Wacana Kritis, hal 3
[2]Pemikiran ialah kata benda,
sedangkan kata kerjanya adalah berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pikiran ialah hasil berpikir, sedangkan
pemikiran adalah proses, cara, perbuatan memikir. Dengan hal ini, pemikiran
berarti akumulasi dari pikiran.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hal. 683.
[3]Sebagai
seorang religious man, pemikiran keagamaannya berkaitan dengan proses
interpretasi terhadap simbol-simbol keagamaan, ajaran agama, dan hubungan Tuhan
dengan manusia an sich. Sementara sikapnya sebagai political man
ialah melakukan interpretasi pemikiran keagamaan yang dikolerasikan dengan political
event, dengan melakukan transformasi politik melalui spirit agama sebagai basisnya. Konstruksi Gus Dur sebagai political
man dibentuk oleh fenomena sosial-politik dan budaya di tengah krisis
identitas yang tengah berlangsung.Kaitannya dengan konstruksi
antropologi-sosiologi dan psokologi Gus Dur, trah keluarga santri,
lingkungan pesantren, dan keturunan “manusia besar” semacam KH Hasyim Asyari
dan KH.Wahid Hasyim merupakan faktor yang sangat berpengaruh bagi perkembangan
pemikiran politiknya. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad
Politik Gus Dur, hal. 57.
klik juga sekolah pemikiran gus dur angkatan ii
terima kasih, Gus Dur memang tiada duanya.
ReplyDeletewww.kiostiket.com
sama-sama.. yuk dukung ide dan gagasan gus dur
DeleteGusdur keren
ReplyDelete