Intelektual dan Moralitas Politik Gus Dur, Kunci Kemenangan Muktamar Cipasung 1994
gus dur dan muktamar 1996 |
Muktamar yang paling berat ialah Muktamar Cipasung 1994 melalui banyak intervensi pemerintah untuk menjungkalkan Gus Dur dari kursi ketua umum. Oposisi Gus Dur melakukan sejumlah agitasi dengan selogan ABG (Asal Bukan Gus Dur). Mereka terdiri Fahmi D. Syafiuddin, Chalid Mawardi, dan Abu Hasan. Mereka mengemukakan kritik yang serupa terhadap Gus Dur, yakni manajemen NU di bawah kepemimpinan Gus Dur lemah dan otokratik, dan konsep serta tindakan Gus Dur yang melakukan oposisi terhadap pemerintah membingungkan dan tidak menyentuh masalah sehari-hari. Menurut mereka, langkah Gus Dur untuk melakukan oposisi tersebut bukan hanya menyimpang dari khittah NU, tetapi juga bertentangan dengan kepentingan NU sendiri.
Intervensi pemerintah pun kelihatan kentara. Kampanye untuk
menentang pemilihan Gus Dur ini terjadi
ketika sebeum pelaksanaan muktamar, para delegasi dipanggil oleh pejabat
pemerintah daerah untuk tidak memilih Gus Dur.[1]
Rencana Soeharto untuk menggeser Gus Dur dari kepemimpinan NU merupakan bagian
dari rencana besarnya untuk mengamankan kontrol kuatnya terhadap jalannya
pemilihan presiden 1999 mendatang.
Menurut Greg Fearly, ada sejumlah alasan tentang posisi Gus Gur
sebagai ancaman. Alasan-alasan tersebut adalah Gus Dur melakukan penolakan
dukungan terhadap Soeharto pada pemilihan umum 1993, tidak berhentinya
mengkritik pemerintah, dan kritik Gus Dur yang kasar terhadap Soeharto dalam
Buku Adam Schwarz mengenai alasan presiden mengebaikan peringatan Gus Dur tentang
ICMI. Alasan lainnya ialah Gus Dur sangat dekat dengan PDI. Jika Gus Dur
menduduki posisi ketua umum NU untuk ketidak kalinya, tidak mustahil ia akan
berkoalisi dengan PDI sehingga mengancam strategi pemerintah untuk memenangkan
Golkar pada 1997.
Campur tangan pihak eksternal ialah sumber utama keprihatinan
dan kemarahan. Tentara berjaga di sekitar Cipasung sejumlah 1.500 personil,
serta100 intel dan pejabat kemanan mondar-mandir di arena muktamar. Sebagian
dari mereka ditugaskan untuk memonitordelegasi-delegasi daerah dan membantu
memberikan pertimbangan-pertimbangan.
Pada tahap pencalonan, Gus Dur memperoleh suara 157 suara, Abu
Hasan 136 suara, Fahmi Saifuddin 17 suara, dan Chalid Mawardi 6 suara. Situasi
tersebut benar-benar diluar dugaan kubu Gus Dur yang semula diperkirakan akan
memperoleh dukungan sekitar 65 persen. Akan tetapi kenyataannya hanya
memperoleh sibawah 50 persen. Dengan enam suara Chalid Mawardi yang kemungkinan
jatuh ke tangan Abu Hasan, maka pemilihan ketua umum ditentukan oleh 17
delegasi yang memberikan suara mereka kepada Fahmi Safudin. Kemungkinan
kekalahan dengan segala konsekuensinya jika NU jatuh ke tangan Abu Hasan
dibayangkan oleh kebu Gus Dur sehingga membuat mereka panik. Beberapa kiai yang
duduk dekat dengan Gus Dur menahan air mata dan berdoa secara khusyuk.
Berdasarkan perhitungan suara yang dilaksanakan hingga pukul 03.00, Gus Dur
memeperoleh 174 suara, sementara Abu Hassan hanya mendapatkan 142 suara.
Pendukung Gus Durpun merayakan kemenangan tersebut dengan penuh sukacita dan
rasa syukur.
Jika diamati secara seksama, kekuatan Gus Dur yang dipercaya
menjadi ketua PBNU selama 15 tahun di bawah rezim orde baru yang otoriter
dikarenakan figuritas Gus Dur yang kuat. Kiprah intelektual kritis yang berani
melawan tirani, terobosan-terobosan dalam pemikiran dan pemberdayaan
masyarakat, dekat dan rela berkorban untuk kemaslahatan (kebaikan) rakyatnya,
menjadi kekuatan sosial dirinya untuk dipercaya menjadi pemimpin dan panutan di
tengah keterpurukan warga NU. Social capital (modal sosial) tersebut menjadi
kepercayaan warga NU dan sekaligus menjadi investasi yang mengantarkannya
kepada pimpinan tanfidiyah (eksekutif) di NU.Tanpa modal sosial tersebut, Gus
Dur tidak akan mampu bertahan dari kritik dan tidak akan dipercaya kembali
menjadi ketua umum PBNU betapa pun modal ekonomi dan modal politik dikerahkan
seperti A. Hassan pada Muktamar Cipasung tersebut.
Silakan baca juga Biografi Gus Dur, Pemikiran Gus Dur, Politik Gus Dur
[1]Greg Fearly,
Api Muktamar NU 1994: Abdurrahman Wahid, Suksesi, dan Perlawanan NU terhadap
Kontrol Negara, dalam Tradisionalisme Radikal, hal 319.
0 comments:
Post a Comment