Home » » Gus Dur dan Muktamar Karapyak 1989, Strategi Politik Buka Tutup

Gus Dur dan Muktamar Karapyak 1989, Strategi Politik Buka Tutup

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Saturday 23 November 2013 | 17:12

Gus Dur dan Muktamar Karapyak 1989, Strategi Politik Buka Tutup    

gus dur, biografi gus dur, humor gus dur, foto gus dur, profil gus dur, cerita gus dur, guyonan gus dur, abdurrahmanwahid, politik gus dur, gus dur, aswaja, ahlusunnah waljamaah, NU
Gus Dur
Menjelang peta pilpres Soehato, situasi politik yang bersentuhan dengan Gus Dur dipetakan menjadi 3 arus. Arus pertama adalah Gus Dur, aktor Islam tradisional-toleran yang mulai melakukan kritikan-kritak pedas terhadap kebijakan Soehato yang dinilai otoriter. Hal ini turut mmberikan komunikasi yang tegang di antara kedua belah pihak. Kedua adalah arus LB Moerdani, seorang tokoh kristen yang menjadi kunci di ABRI, mulai renggang dengan Soeharto padahal sebelumnya ia adalah penyangga kekuatannya yang setia. Dan ketiga adalah Soeharto yang berhadapan dengan kedua tokoh utama tersebut.  Dalam hal ini, Gus Dur dan LB Moedani mempunyai satu kepentingan dalam menghadapi Soeharto. Di sisi lain Soeharto harus mampu mengendalikan kedua tokoh kunci dua arus di atas.
   Relasi kepentingan antara Gus Dur, Beni Moerdani, dan Soeharto beserta masing-masing rival ketiga tokoh tersebut memuncak pada muktamar Krapyak 1989. Banyaknya kepentingan dalam muktamar tersebut dikarenakan pemilihan ketua organisasi masyarakat nasional yang berada di luar kendali rezim pemerintahan merupakan hal yang cukup menyulitkan pemerintah, sekaligus dimanfaatkan oleh lawan politik Soeharto untuk menghancurkannya.
     Banyak situasi politik yang berbeda antara Muktamar Karapyak 1989 dengan Muktamar Situbondo lima tahun silam. Kaitannya dengan aktor-aktor politik yang bermain di lingkaran muktamar tersebut, yakni terdapat oposisi lama Idham Chalid yang didorong kembali menjadi calon ketua PBNU meskipun pada awalnya menolaknya. Kedua, KH. As’ad Syamsul Arifin yang sebelumnya merupakan pendukung Gus Dur kini terbalik menyerangnya. Ia merasa tidak puas dengan pernyataan kontroversial Gus Dur, juga karena gagalnya masa kepemimpinan Gus Dur menyalurkan sumbangan pemerintah kepadanya yang dianggap menjadi haknya.
     Oposisi ketiga Gus Dur adalah KH. Ali Masykur (mantan ketua NU). Ia tidak senang dengan pernyataan-pernyataan yang sering provokatif yang hanya diketahui dari laporan-laporan yang telah terdistorsi. Ketidaksukaannya juga dikarenakan Gus Dur telah menyatakan penghormatannya kepada Syi’ah dan teologi rasional Muktazilah, pemikiran pribumisasi Islam, kritik Gus Dur terhadap masyarakat islam di depan pendengar kristen, dan merangsang analisis kritis terhadap teks kitab kuning, sebagai bagian dari landasan legitimasi kiai yang sebelumnya tak bisa disentuh.
     Oposisi keempat ialah oposisi yang datang dari para pendukung setia PPP. Mereka marah karena gagasan Gus Dur memisahkan NU secara formal dari partai tersebut pada Muktamar sebelumnya,       juga karena upaya Gus Dur yang menggembosi partai tersebut dalam pemilu 1987.[1] Terlebih lagi, peranannya sebagai anggota MPR utusan golongan dari Golkar merusak citra dan kredibilitasnya sebagai oposisi partai. Ketidaksukaan lawan-lawan politiknya dituntukkan dengan edaran pamplet di malam muktamar yang menuduh bahaya radikalisme Gus Dur. Upaya ini tentu saja merupakan black campaign untuk merusak citra Gus Dur sehingga Gus Dur gagal menduduki posisi ketua PBNU periode kedua.
     Sementara dukungan kuat terhadap Gus Dur berasal dari para pengurus cabang yang umumnya didominasi oleh orang-orang muda. Mereka merasa senang dengan gagasan-gagasan Gus Dur mengenai pengembangan masyarakat. Hal ini dikarenakan NU merupakan wakil dari salah satu lapisan masyarakat yang  paling terbelakang.
     Secara geopolitik, penempatan muktamar di Krapyak, merupakan Strategi Gus Dur dan Kiai Achmad Siddiq dengan cara me-lobby Kiai Ali Maksum, pemilik pesantren Krapyak sekaligus merupakan guru pengajian Gus Dur. Positioning tempat tersebut, selain untuk memberikan dorongan moril bagi Kiai Ali Maksum yang sedang sakit-sakitan, juga  dimaksudkan untuk meminta dukungan kiai seniornya dalam menghadapi konflik dan kritik dari rival politik Gus Dur di NU.
     Salah-satu upaya Gus Dur sebelum Muktamar Karapyak yang belum pernah dilakukan sebelumnya ialah melakukan perjalanan untuk mengunjungi cabang-cabang beberapa minggu terakhir dan mendengar keluhan dan keinginan, menjelaskan pandangan-pandangan dan aktivitas yang ia rencanakan. Adapun perjalanan terakhirnya ialah perjalanan ke Mekah mengunjungi Syaikh Muhammad Yasin Padang, seorang ulama yang mempunyai otoritaas keagamaan yang tinggi. Meskipun tidak secara eksplisit dijelaskan maksud kunjungannya ke ulama tersebut, namun hal tersebut memperlihatkan bahwa dirinya masih merupakan orang NU dan pandangan spiritual moralnya masih sejalan dengan spiritual moral organisasinya.
     Di antara hal yang menyebabkan banyak anggota muktamar mau menerima laporan Gus Dur ialah ia mau berlapang dada terhadap segala kritik dengan segala kelemahan dan kelebihan, sekaligus meminta maaf secara tulus dan berupaya memperbaiki segala kekurangan di periode kedua. Pernyataan Gus Dur yang menjadi icon terhadap berbagai inovasinya ialah “harus ada seseorang yang menginjak gas dari waktu ke waktu jika seseorang tetap ingin tetap bergerak ke depan”. Gus Dur pun menekankan perlunya mendapat report baik dari pemerintah. Seperti yang diungkapkan Martin Van Bruinessman, menjadi oposisi barangkali heroik, akan tetapi hal itu tidak membuat seseorang merdeka untuk melakukan sesuatu yang benar-benar merupakan persoalan. Pada akhirnya, Gus Dur diterima sebagai ketua PBNU periode 1989-1994 mengalahkan rival politiknya.


Silakan baca juga Biografi Gus DurPemikiran Gus DurPolitik Gus Dur




[1]Martin Van Bruinessen, Perjuangan Meraih Kekuasaan dan Keprihatinan Sosial:  Catatan Muktamar Krapyak 1989, dalam Tradisionalisme Radikal, hal. 186.

0 comments:

Post a Comment