Home » » Aliran dan Segmentasi Perjuangan Politik Gus Dur

Aliran dan Segmentasi Perjuangan Politik Gus Dur

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Tuesday 25 June 2013 | 21:10

islam sunni, kajian salaf, kajian islam, kajian sunnah, ahlussunnah wal jamaah, pengertian sunnah, ahlus sunnah wal jamaah meaning, definisi al sunnah, doktrin ahlussunnah wal jamaah, ajaran tauhid gus dur,  atwasut adalah, contoh tawasuth, tawasut, ta'adul, tasamuh, tawazun, pengetian, prinsip aswaja, doktrin nu
aliran politik gus dur
Untuk memetakan pemikiran politik Gus Dur dalam konten pemetaan politik di Indonesia, kajian Herbert Faith dan Lance Castles menemukan relevansinya sebagai landasan teoritik yang patut untuk dikaji. Hal ini terutama berkaitan dengan pemetaan aliran politik golongan di tanah air sehingga mampu mempermudah pelacakan konstruksi dan implikasi perjuangannya. 

Aliran dan Segmentasi Perjuangan Politik Gus Dur

Berdasarkan Herbert Faith dan Lance Sastles yang dikutif Asep A. Sahid Gatara, pemetaan politik di Indonesia dibagi menjadi lima aliran pemikiran yang dijadikan sumber dalam pemikian politik di Indonesia. 
Pertama, komunisme, dengan mengambil konsep-konsep langsung maupun tidak langsung dari Barat, walaupun mereka seringkali menggunakan idiom politik dan mendapat dukungan kuat dari kalangan abangan tradisional. Aliran ini mengambil bentuk utama sebagai kekuatan politik dalam Partai Komunis Indonesia. 

Kedua, sosialisme demokrat yang juga mengambil inspirasi dari pemikiran barat. Aliran ini muncul dalam Partai Sosialis Indonesia. 
Aliran ketiga merupakan aliran Islam yang terbagi menjadi dua varian: kelompok Islam Reformis (dalam bahasa Feith)- atau Modernis dalam istilah yang digunakan secara umum- yang berpusat pada Partai Masjumi, serta kelompok Islam konservatif –atau sering disebut tradisionalis- yang berpusat pada Nadhatul Ulama.
Keempat, nasionalisme radikalyang muncul sebagai respon terhadap kolonialisme dan berpusat pada Partai nasionalis Indonesia (PNI). 
Adapun aliran ke lima merupakan tradisionalisme Jawa, yakni penganut tradisi-tradisi Jawa. Pemunculan aliran ini agak kontroversial karena aliran ini tidak muncul sebagai kekuatan politik formal yang kongkret, melainkan sangat mempengaruhi cara pandang aktor-aktor politik dalam Partai Indonesia Raya (PIR), kelompok-kelompok Teosufis (kebatinan) dan sangat berpengaruh dalam birokrasi pemerintahan (pamong Praja).[1] Atas klasifikasi peta pemikiran tersebut, Gus Dur merupakan tipikal tokoh politik yang bersumber dari Islam sebagai sumber pemikiran, meskipun pemetaan reformis-konservatif dalam Islam terlalu menyederhanakan realitas. Gus Dur dibesarkan sebagai seorang Muslim tradisional, akan tetapi pijakan Islam universal dan kosmopolit yang dijadikan basis pemikiran mampu melampaui label tradisional-modernis yang dilabelkan para akademisi.
            Berdasarkan babak sejarah yang pernah dijelajahi Gus Dur, konstruksi pemikirannya diklasifikasi menjadi 4 babak, yakni fase pembentukan intelektual independen, perlawanan kultural melawan negara, perlawanan struktural dalammelawan negara, serta gerakan melalui struktural negara.Klasifikasi tersebut akan memberikan gambaran mengenai road map pemikiran politik Gus Dur.
            Dalam setiap fase perjuangan, corak zig-zag, kontroversi, dan paradoks senantiasa mewarnai berbagai antagonisme politiknya atas negara.Hal tersebut merupakan tipikal khas yang cukup sukses dalam melawan rezim militeristik dan developmentalisme Orde Baru.Menurut Maman Imanul Haq, manuver politik Gus Dur itu ibarat sebuah tinju.Gus Dur tahu kapan dia menyerang, dan kapan untuk mengelak.[2]Gaya zig-zag dengan lontaran-lontaran simbolik dan tak langsung, terbukti sangat manjur untuk menyerang, bertahan, kemudian mengelak sehingga menjadi rival Soeharto yang paling survive dalam pentas nasional.






[1]Menurut Herbert Feith dan Lance Castles, tidak ada satu pun dalam aliran-aliran tersebut yang menghilang sama sekali dalam periode berikutnya. Akan tetapi, dua di antara kelima aliran tersebut lenyap atau menjadi marginal dalam wacana politik yang penting. Dari lima aliran tersebut, yang memiliki indikasi berkesinambungan adalah Islam, sosialisme demokratis, dan tradisionalisme Jawa. Sedangkan dua aliran seperti komunisme dan nasionalisme radikal terpinggirkan bersamaan dengan perkembangan politik praktis. Herbert Feith dan Lance Laste, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965 (Jakarta: LP3ES), dalam Asep A. Sahid Gatara, Ilmu Politik: Memahami dan Menerapkan (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 72-73.
[2]Hasil Wawancara dengan KH.Maman Imanul hak Faqieh pada 1 Agustus 2013 di pesantren Al Mizan, Jatiwangi, Majalengka.

0 comments:

Post a Comment