aliran politik gus dur |
Aliran dan Segmentasi Perjuangan
Politik Gus Dur
Berdasarkan Herbert Faith dan Lance
Sastles yang dikutif Asep A. Sahid Gatara, pemetaan politik di Indonesia dibagi
menjadi lima aliran pemikiran yang dijadikan sumber dalam pemikian politik di
Indonesia.
Pertama, komunisme, dengan mengambil konsep-konsep langsung maupun tidak langsung
dari Barat, walaupun mereka seringkali menggunakan idiom politik dan mendapat dukungan kuat dari kalangan
abangan tradisional. Aliran ini mengambil
bentuk utama sebagai kekuatan politik dalam Partai
Komunis Indonesia.
Kedua, sosialisme demokrat yang juga mengambil inspirasi dari pemikiran
barat. Aliran ini muncul dalam Partai Sosialis Indonesia.
Aliran ketiga merupakan aliran Islam yang terbagi menjadi dua
varian: kelompok Islam Reformis (dalam bahasa Feith)- atau Modernis dalam
istilah yang digunakan secara umum- yang berpusat pada Partai Masjumi, serta
kelompok Islam konservatif –atau sering disebut tradisionalis- yang berpusat
pada Nadhatul Ulama.
Keempat, nasionalisme radikalyang muncul sebagai respon terhadap kolonialisme
dan berpusat pada Partai nasionalis Indonesia (PNI).
Adapun aliran ke lima merupakan tradisionalisme Jawa, yakni penganut
tradisi-tradisi Jawa. Pemunculan aliran ini agak kontroversial karena aliran
ini tidak muncul sebagai kekuatan politik formal yang kongkret, melainkan
sangat mempengaruhi cara pandang aktor-aktor politik dalam Partai Indonesia
Raya (PIR), kelompok-kelompok Teosufis (kebatinan) dan sangat berpengaruh dalam
birokrasi pemerintahan (pamong Praja).[1] Atas klasifikasi peta pemikiran tersebut, Gus Dur merupakan tipikal tokoh
politik yang bersumber dari Islam sebagai sumber pemikiran, meskipun pemetaan
reformis-konservatif dalam Islam terlalu menyederhanakan realitas. Gus Dur
dibesarkan sebagai seorang Muslim tradisional, akan tetapi pijakan Islam
universal dan kosmopolit yang dijadikan basis pemikiran mampu melampaui label
tradisional-modernis yang dilabelkan para akademisi.
Berdasarkan babak sejarah yang
pernah dijelajahi Gus Dur, konstruksi pemikirannya diklasifikasi menjadi 4
babak, yakni fase pembentukan intelektual independen, perlawanan kultural melawan
negara, perlawanan struktural dalammelawan negara, serta gerakan melalui
struktural negara.Klasifikasi
tersebut akan memberikan gambaran mengenai road
map pemikiran politik Gus Dur.
Dalam setiap fase perjuangan, corak
zig-zag, kontroversi, dan paradoks senantiasa mewarnai berbagai antagonisme
politiknya atas negara.Hal tersebut merupakan tipikal khas yang cukup sukses
dalam melawan rezim militeristik dan developmentalisme Orde Baru.Menurut Maman
Imanul Haq, manuver politik Gus Dur itu ibarat sebuah
tinju.Gus Dur tahu kapan dia menyerang, dan kapan untuk mengelak.[2]Gaya zig-zag dengan lontaran-lontaran simbolik dan
tak langsung, terbukti sangat manjur untuk menyerang, bertahan, kemudian
mengelak sehingga menjadi rival Soeharto yang paling survive dalam pentas
nasional.
baca juga komunikasi politik Gus Dur
[1]Menurut
Herbert Feith dan Lance Castles, tidak ada satu pun dalam aliran-aliran
tersebut yang menghilang sama sekali dalam periode berikutnya. Akan tetapi, dua
di antara kelima aliran tersebut lenyap atau menjadi marginal dalam wacana
politik yang penting. Dari lima aliran tersebut, yang memiliki indikasi
berkesinambungan adalah Islam, sosialisme demokratis, dan tradisionalisme Jawa.
Sedangkan dua aliran seperti komunisme dan nasionalisme radikal terpinggirkan
bersamaan dengan perkembangan politik praktis. Herbert Feith dan Lance Laste, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965
(Jakarta: LP3ES), dalam Asep A. Sahid Gatara, Ilmu Politik: Memahami dan Menerapkan (Bandung: Pustaka Setia,
2009), hal. 72-73.
[2]Hasil Wawancara dengan
KH.Maman Imanul hak Faqieh pada 1 Agustus 2013 di pesantren Al Mizan, Jatiwangi,
Majalengka.
0 comments:
Post a Comment