Home » » Aswaja Sebagai Metode Gerakan: Perspektip Sospol, Hukum dan Ham

Aswaja Sebagai Metode Gerakan: Perspektip Sospol, Hukum dan Ham

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Saturday 8 June 2013 | 23:14

  Aswaja Sebagai Metode Gerakan Perspektip Sospol, Hukum Dan Ham

islam sunni, kajian salaf, kajian islam, kajian sunnah, ahlussunnah wal jamaah, pengertian sunnah, ahlus sunnah wal jamaah meaning, definisi al sunnah, doktrin ahlussunnah wal jamaah, ajaran tauhid gus dur,  atwasut adalah, contoh tawasuth, tawasut, ta'adul, tasamuh, tawazun, pengetian, prinsip aswaja, doktrin nu
aswaja sebagai metode gerakan sosial
Posisi Ahlussunnah  waljamaah sebagai metode gerakan, sinergitas antara analisa masalah yang dikoneptualisasikan melalui kerangka teoritis dengan solusi yang ditawarkan, baik tawaran strategis maupun taktis. Analisa permasalahan yang dilakukan tentunya menggunakan metode yang tawasuth, tawazun, tasamuh, dan taadul, dengan berbagai teori dan pendekatan. Pada posisi inilah berbagai penganut Ahlussunnah  waljamaah memiliki corak yang beragam karena perbedaan perspektif dan teoritik dalam memandang suatu fenomena. Maka, tidak heran jika sesama kalangan sunni memiliki perbedaan dalam taktis dan tindakan parsial, bahkan dalam solusi strategis sekali pun.

Akar permasalahan sosial, politik, hukum dan HAM terletak pada masalah kebijakan (policy). Sebagai suatu perspektif yang menekankan aspek humanisme (pembebasan manusia) melalui jalan keadilan, egalitarian, dan demokratis (maqosyidusyariah), suatu kebijakan seyogyanya berdiri seimbang di tengah relasi inter-subjetif antara pemerintah, masyarakat dan pasar. Dalam satu kebijakan, Ahlussunnah  waljamaah sebagai entitas Islam senantiasa melihat sosial-politik, hukum, dan HAM berdasarkan watak keadilan dan pembebasan manusia seutuhnya. Polarisasi antara ketiga elemen bangsa, baik pemerintah, masyarakat, dan pasar senantiasa saling mensubjekkan ini akan membentuk suatu sikap positif dan saling mendukung, berbeda halnya jika antara masyarakat, pemerintah, dan pasar saling mengobjekkan akan mengakibatkan tirani, diktator, anarki, dan oligarki.
Ketimpangan antara ketiga elemen tersebut bisa muncul jika:
1). kebijakan dalam tahap perencanaan, penetapan, dan pelaksanaannya seringkali monopoli oleh pemerintah. Dan selama ini kita melihat sedikit sekali preseden yang menunjukan keseriusan pemerintah untuk melibatkan masyarakat.
2). kecendrungan pemerintah untuk selalu tunduk kepada kepentingan pasar, sehingga pada beberapa segi seringkali mengabaikan kepentingan masyarakat.[1]
3) sikap defensif masyarakat dalam merespon kedua ketimpangan di atas sehingga tidak ada counter disourse dan resistensi masyarakat atas kedua ketimpangan di atas.
            Jika kedua kondisi tersebut dibiarkan, akan menggiring masyarakat pada posisi yang selalu dikorbankan atas nama kepentingan pemerintah dan selera pasar. Berdasarkan hal tersebut di atas, partisipasi aktif masyarakat bisa menjadi jembatan penghubung atas ketimpangan yang terjadi di antar elemen tersebut sehingga demokratisasi, HAM, dan kesejahteraan bisa ditegakkan bersama-sama.





[1] Ibid, hal. 182

0 comments:

Post a Comment