Home » » Basis Nilai Aswaja Sebagai Metode Gerakan

Basis Nilai Aswaja Sebagai Metode Gerakan

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Saturday 8 June 2013 | 22:56

Basis Nilai Ahlusunnah Waljamaah Sebagai Metode Gerakan

islam sunni, kajian salaf, kajian islam, kajian sunnah, ahlussunnah wal jamaah, pengertian sunnah, ahlus sunnah wal jamaah meaning, definisi al sunnah, doktrin ahlussunnah wal jamaah, ajaran tauhid gus dur,  atwasut adalah, contoh tawasuth, tawasut, ta'adul, tasamuh, tawazun, pengetian, prinsip aswaja, doktrin nu
basis nilai aswaja
Ahlussunnah  waljamaah sebagai manhaj al-taghayyur al-ijtima’i adalah melakukan pola perubahan sosial kemasyarakatan sesuai dengan spirit perjuangan Rasulaullah dan para sahabatnya. Inti yang menjadi ruh dari Ahlussunnah  waljamaah sebagai manhaj al-taghayyur al-ijtima’i adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah : ma ana ‘alaihi wa ashabi (segala sesuatu yang datang dari rasul dan para sahabatnya). Spirit Ahlussunnah  waljamaah sebagai metode perubahan sosial dan metode gerakan dapat diambil dari pola nilai perjuangan Rasulullah dalam merevolusi masyarakat zahiliyah menjadi masyarakat yang menjunjung tinggi keadilan dan kemanusiaan secara universal. Adapun hal-hal dasar yang menjadi landasan tersebut adalah:

1. Basis Nilai, yaitu nilai kebenaran qurani dan sunnah nabi yang diimplementasikan
secara konsekwen dan penuh komitmen.
2. Basis Realitas, yaitu keberpihakan kepada kaum tertindas dan masyarakat lapisan
bawah[1].
                                                  
Konsistensi memegang nilai-nilai tersebut merupakan elan vital yang selalu sesuai berdialektika dengan dinamika zaman dan tempat, terbuka untuk dikritik, dan hadir bukan sebagai kebenaran tunggal, bukan sebagai sikap yang fanatik dan ekslusif. Berdasarkan inklusifitas dalam menemukan relevansi perubahan dan gerakan, pemaknaan empat nilai dalam Ahlussunnah  waljamaah dapat ditafsir ulang sesuai dengan teori-teori sosial dan perkembangan ideologi dunia. Menurut Nur sayyid, pola tawasuth, tawazun, ta’adul, dan tasamuh sebagai metode perubahan masyarakat diwujudkan dalam pola sebagai berikut[2].

1)   Tawassuth sebagai pola pikir, dimaknai sebagai tidak mengikuti nalar kapitalisme-liberal di satu sisi dan nalar sosialisme di sisi lain. Ahlussunnah  waljamaah disikapi sebagai cara pandang yang otentik tentang realitas yang selalu berinteraksi dalam tradisi. Relasi nilai dengan tradisi ini membuka kritik dan transformasi sehingga mampu mewujudkan progresivitas dalam mewujudkan nilai yang ashlah (memiliki nilai kebaikan yang lebih).
2)   Tasamuh sebagai pola sikap dimaknai sebagai bersikap toleran dan terbuka terhadap semua golongan selama mereka bisa menjadi saudara bagi sesama, tanfa terjebak sektarianisme golongan dana gama. Seluruh elemen masyarakat, baik organisasi kemahasiswaan, organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, NGO (Non Government Organization), pers, dan elemen pro-demokrasi bisa menjadi mitra dalam membentuk aliansi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik, bebas dari segala bentuk penindasan dan penjajahan.
3)   Tawazun sebagai pola relasi dimaknai sebagai usaha mewujudkan egalitarianisme dalam ranah sosial, tidak ada lagi kesenjangan berlebihan antar sesama manusia, antara laki-laki dan perempuan, antara kelas atas dan bawah.
Di wilayah ekonomi, Ahlussunnah  waljamaah dituntut  untuk mampu melahirkan model gerakan yang mampu menyeimbangkan posisi negara, pasar dan masyarakat. Ahlussunnah  waljamaah berbeda dengan kapitalisme yang memusatkan orientasi ekonomi di tangan pasar sehingga fungsi negara hanya sebagai obligator belaka dan masyarakat ibarat robot yang harus selalu menuruti kehendak pasar; atau sosialisme yang menjadikan negara sebagai kekuatan tertinggi yang mengontrol semua kegiatan ekonomi, sehingga tidak ada kebebasan bagi pasar dan masyarakat untuk mengembangkan potensi ekonominya.
Di wilayah politik, isu yang diusung adalah mengembalikan posisi seimbang antara rakyat dan negara. Ahlussunnah  waljamaah tidak menolak kehadiraan negara, karena negara melalui pemerintahannya merupakan implementasi dari kehendak rakyat. Yal yang menjadi poin penting dalam mengawal politik ialah fungsi negara sebagai pelayan dan pelaksana setiap kehendak dan kepentingan rakyat.
Di bidang ekologi, Ahlussunnah  waljamaah menolak setiap bentuk eksploitasi alam hanya semata-mata demi memenuhi kebutuhan manusia yang berlebihan. Dalam hal ini, Ahlussunnah  waljamaah dituntut untuk menolak nalar positivistik yang diusung oleh neo-liberalisme yang menghalalkan eksploitasi berlebihan terhadap alam demi memenuhi kebutuhan bahan mentah, juga setiap bentuk pencemaran lingkungan yang justru dianggap sebagai indikasi kemajuan teknologi dan percepatan produksi.
4)   Ta’adul sebagai pola integral mengandaikan usaha Ahlussunnah  waljamaah bersama seluruh komponen masyarakat, baik nasional maupun global, untuk mencapai keadilan bagi seluruh umat manusia. Keadilan dalam berpikir, bersikap, dan relasi. Keadilan dalam ranah ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan, dan seluruh ranah kehidupan.






[1] Nursayyid Santoso Kristeva, op.cit, hal 178
[2] Ibid, hal 179                                     

0 comments:

Post a Comment