Aswaja Sebagai Metode Gerakan Perspektif
Sosial Budaya
aswaja sebagai gerakan budaya |
Dalam memaham persoalan
sosial-budaya di Indonesia, dapat
dianalisa melalui dua pendekatan. Kedua hal tersebut adalah sebagai berikut.
a)
analisa
terhadap kondisi sosial budaya masyarakat, baik pada tingkatan lokal atau
pada tingkat global. Hal ini dikarenakan proses globalisasi yang sedang
terjadi merupakan bagian dari mata rantai kebudayaan yang saling terkait dan
terhubung satu sama lain.
b)
analisa terhadap nilai-nilai budaya lokal yang dapat dijadikan
pijakan dalam melakukan transformasi sosial-budaya terhadap berbagai persoalan
yang dihadapi masyarakat. Dalam hal ini, Ahlussunnah sebagai metode gerakan menemukan relevansinya
dalam menggrekkan watak transformatif dari akulturasi budaya antara budaya
lokal dengan spirit pembebasan dari Islam. Posisi berbanding searah antara
Islam dengan budaya dalam melakukan perubahan sosial pada akhirnya mampu
melakukan filtrasi terhadap krisis identitas yang disebabkan keterjebakan oleh
arus global.
Hal pertama yang dilakukan Ahlussunnah waljamaah sebagai entitas perubahan adalah
dengan melakukan harmonisasi antara agama dengan budaya. Hal ini dikarenakan
terjadi konflik vertikal antara pemahaman agama dengan budaya sebagai akibat
dari watak agama yang legal-formal dan baku berhadapan dengan budaya yang
selalu berubah dan lentur. Proses saling mendominasi dan menghegemoni antara
kedua pemahaman tersebut menyebabkan keduanya selalu bershadap-hadapan, bahkan
saling mengeliminasi.
Paradoks tersebut bisa diatasi jika agama sebagai wahyu menjadi inspirasi untuk melakukan pijakan perubahan, tentunya dengan penggalian melalui kerangka ushul fiqih, kaidah fiqih, dan kerangka metodologi yang lainnya. Begitu pula budaya sebagai refleksi perkembangan rasio manusia dengan sendirinya akan berubah melalui perkembangan pemikiran dan paradigmatik.
Paradoks tersebut bisa diatasi jika agama sebagai wahyu menjadi inspirasi untuk melakukan pijakan perubahan, tentunya dengan penggalian melalui kerangka ushul fiqih, kaidah fiqih, dan kerangka metodologi yang lainnya. Begitu pula budaya sebagai refleksi perkembangan rasio manusia dengan sendirinya akan berubah melalui perkembangan pemikiran dan paradigmatik.
Kedua, posisi
rekonsiliasi antara agama dengan budaya akan menjadi kekuatan masyarakat dalam
melakukan resistensi terhadap hegemoni globalisasi yang mempunyai sisi gelap,
yakni mengikis habis budaya lokal. Nilai-nilai Ahlusunnah waljamaah yang
berkolaborasi dengan teori-teori rekayasa sosial sejatinya mampu menjadi pendorong
sosial budaya yang timpang. Formula ini, jika dilaksanakan secara konsisten,
akan menciptakan identitas bangsa besar dengan kebesaran budaya, serta mampu
melakukan inovasi yang diadopsi dari hegemoni global.
0 comments:
Post a Comment