Home » » Road Map Pemikiran Gus Dur

Road Map Pemikiran Gus Dur

Written By Grosir Kaos Distro Bandung on Wednesday 27 November 2013 | 23:55

Pemetaan Alur Pemikiran Gus Dur


Berdasarkan babak sejarah yang pernah dijelajahGus Dur, konstruksi pemikiran Gus Dur diklasifikasi menjadi 4 babak, yakni fase pembentukan intelektual independen, perlawanan kultural melawan negara, perlawanan struktural dalammelawan negara, serta gerakan melalui struktural negara. Klasifikasi tersebut akan memberikan gambaran mengenai road map pemikiran politik Gus Dur.
tentang gus dur, pemikiran politik gus dur, ajaran gus dur,gus dur files, pemerintahan gus dur, gus dur,
pemikiran gus dur          
  Dalam setiap fase perjuangan, corak zig-zag, kontroversi, dan paradoks senantiasa mewarnai berbagai antagonisme politiknya atas negara. Hal tersebut merupakan tipikal khas yang cukup sukses dalam melawan rezim militeristik dan developmentalisme Orde Baru. Menurut Maman Imanul Haq, manuver politik Gus Dur itu ibarat sebuah tinju. Gus Dur tahu kapan dia menyerang, dan kapan untuk mengelak.[1]Gaya zig-zag dengan lontaran-lontaran simbolik dan tak langsung, terbukti sangat manjur untuk menyerang, bertahan, kemudian mengelak sehingga menjadi rival Soeharto yang paling survive dalam pentas nasional.


1.      Fase Pembentukan Intelektual

            Dengan meminjam istilah Munawar Ahmad, intelektual independen yang dilekatkan kepada Gus Dur tidak mewakili kolektivitas meskipun interest kolektifnya ikut melekat dalam content pemikirannya. Dalam hal ini, era 80-an merupakan fase pembentukan intelektual atas berbagai konstruksi yang membentuk pemikirannya. Fase pembentukan intelektual Gus Dur adalah pada saat ia bergabung bersama intelektual kritis lainnya  seperti Djohan Effendi, Ahmad Wahib, Nurcholis Madjid, Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan Adi Sasono dan lain-lain. Ia pun menjadi seorang jurnalis, serta bergabung dengan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), organisasi yang terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. Melalui jurnal Prisma yang didirikan LP3ES, Gus Dur sangat efektif  menyebarkan ide-ide progressifnya kepada kalangan intelektual indonesia.

2.      Fase Perlawanan Kultural

Perlawanan kultural yang dilakukan berasal dari watak transformatif yang terdapat dalam agama yang diyakini Gus Dur. Dalam pandangannya, setiap agama memiliki watak pembebasan untuk membebaskan diri menuju nikai-nilai manusiawi secara kodrati. Dari keyakinan akan pembaruan inilah, Gus Dur kemudian menambatkan basis politiknya pada level kultural. Artinya, domain pemikiran politik beliau lebih berangkat dari kekuatan budaya serta orientasi kebudayaan, dibanding kepercayaan akan institusi. Kepercayaan terhadap kultur ini pada akhirnya akan menjadikan Islam sebagai penggerak counter-hegemony, menandingi hegemoni negara. Islam sebagai etika social yang digerakkan Gus Dur menjadi spirit untuk melawan Orde Baru yang tiran dan otoriter. Perlawanan kultural ini mampu bertahan di bawah tekanan dan penindasan Orde Baru dalam jangka panjang sejak pertengahan dekade 80-an hingga kejatuhan reziom Orde Baru.

3.      Fase Perlawanan Struktural

       Fase perlawanan struktural merupakan pilihan alternatif yang dipilih Gus Dur pasca kejatuhan rezim Soeharto.Dalam pandangan sepintas, fase ini merupakan antithesis fase sebelumnya yang tidak mengikatkan diri pada faksi tertentu. Fase ini pun dianggap inkonsistensi karena sebelumnya ia menyatakan khittah untuk tidak merangkap jabatan sebagai pengurus PBNU sekaligus pengurus partai politik. Strategi zig-zag yang berbelok dari pola linier ini semakin menguatkan pilihan strategi politik Gus Dur untuk tidak mau mengikatkan diri pada satu teori tertentu, bahkan menjadi agen dari satu teori politik tertentu dalam melakukan perjuangan politik jangka panjangnya.[2]Pemikiran politiknya dilakukan, misalnya dengan menggunakan struktur partai politik, atau pun akomodasi berbagai unsur politik yang bertolak belakang dalam membangun demokratisasi di era reformasi.

4.      Fase Menjadi Struktur Negara

       Fase terakhir ini merupakan klimaks perjuangan politik Gus Dur dalam pentas politik nasional setelah melewati fase-fase oposisi melawan developmentalisme negara.Pada fase ini, Gus Dur melakukan demokratisasi negara melalui kewenangannya sebagai kepala negara.Ia berada pada posisi dua bandul yang bersebrangan. Pada satu sisi, iamerupakan seorang intelektual yang melakukan perlawanan terhadap pencapaian civil society. Di sisi lain ia harus melakukan “bertarung” terhadap dirinya sebagai “negara”, walau pun akhirnya ia terhempas dari struktur kenegaraan.







[1]Hasil Wawancara dengan KH.Maman Imanul hak Faqieh pada 1 Agustus 2013 di pesantren Al Mizan, Jatiwangi, Majalengka.
[2]Wawancara dengan KH. Marzuki Wahid (tokoh Gusdurian Center) di Cirebon pada 29 Juli 2013

0 comments:

Post a Comment